Entri Populer

Senin, 10 Januari 2011

BAB I

FROFIL UMUM KABUPATEN LINGGA

A. PENDAHULUAN

Oktober 2003 menjadi tonggak dimulainya hidup baru bagi Kabupaten Lingga dengan disahkannya RUU kabupaten Lingga menjadi Undang-undang oleh DPR-RI. Ibarat perawan kencur tanpa polesan, Kabupaten Lingga yang lepas dari induknya Kabupaten Kepulauan Riau, harus mulai mendandani diri sendiri.

Tak sulit mengunjungi kabupaten baru di wilayah propinsi Kepulauan Riau ini. Asal mau menahan goncangan ombak dan lembutnya alunan kapal selama tiga jam dengan penyemberangan kapal feri dari pelabuhan Tanjungpinang di pulau Bintan ke pelabuhan Jago di pulau Singkep. Selanjutnya untuk pergi ke ibukota kabupaten, harus berganti kapal dan menambah tiga puluh menit lagi pelayaran hingga sampai di Pelabuhan Tanjung Buton. Sedangkan jika menggunakan route Tanjungpinang – Pancur Lingga Utara memakan waktu sekitar lima jam.

Beranjak dari Pelabuhan Tanjung Buton, dihadapannya terlihat pulau kecil yang dulunya menjadi tempat bermastautinnya Dato Kaya Mepar. Jalan beraspal tak seberapa mulus membelah kebun Sagu menuju Daik, ibu kota Kabupaten Lingga. Setelah melewati rimbunan pohon Sagu, kita dapat menyaksikan rumah rakyat kebanyakan yang masih mempertahankan tradisi rumah melayu dengan konstruksi rumah dominan bahan utamanya kayu. Sebelum sampai ke alun-alun kantor Bupati, pembaca dapat menyaksikan Masjid Sultan Lingga yang berdiri kokoh, salah satu gambaran kemakmuran zaman itu.

1. Nama Lingga

Lingga adalah sebuah pulau yang terletak disebelah selatan Pulau Bintan, pulau yang cukup terkenal namanya sejak dulu, bahkan sampai ke luar negeri. Mashurnya pulau ini, sering kali orang-orang tua dulu membuat seloka / pantun: Gunung Daik bercabang tiga, patah satu tinggal dua, dst. Kononnya nama pulau Lingga diberikan oleh pelaut Cina dimasa lalu, dalam bahasa Tionghua Ling artinya Naga dan Ge artinya Gigi, karena mereka memandang puncak Gunung Daik yang kelihatan dari jauh meyerupai Gigi Naga. Mungkin juga ini ada benarnya, kerana sebab orang-orang Tionghua sudah lebih dahulu mendiami pulau Lingga ini, sebagaimana yang terdapat kisahnya dalam buku Historical Notes On Indonesia & Malaya.

Satu lagi pendapat mengatakan bahwa Lingga ini berasal dari batu “Linggam” yaitu bahasa Hindustan atau Sanskrit, ini juga ada benarnya juga karena menurut sejarah pada zaman Sriwijaya yang berpusat di Palembang, Pulau Lingga termasuk salah satu jajahannya. Arti “Linggam” dalam bahasa Hindu bearti tanah merah. Hal ini karena jika melihat gunungnya itu warna tanahnya kemerah-merahan. Inilah dua pendapat yang mengatakan asal nama Lingga tersebut.

Puncak besar disebut Gunung Daik, yang sedang disebut puncak Gunung Sepincan dan yang patah itu disebut puncak Gunung Sundai Menangis. (M.Amin Yacob, Sejarah Kesultanan Lingga, th2001, hlm.8)

2. Pemerintahan Pra Lingga-Riau

Pada mulanya pulau ini diperintah oleh seorang pemimpin Melayu yang sangat terkenal piawai bertempur, terutama dilaut bernama Temenggung Jamaludin putera Datuk Megat Kuning. Datuk Megat Kuning berasal dari daratan Pagaruyung Jambi. Mengenai silsilah Megat Kuning, ayahanda Megat Kuning bernama Megat Inu kawin dengan Orang Lame (Orang Bunian). Megat Kuning mempunyai seorang adik bernama Megat Mata Merah atau Megat Larang yang pergi meninggalkan Lingga ke semenanjung dan dilarang balik ke Lingga.

Menurut cerita Timbalan Datuk Orang Kaya Mepar E.M.I Khaldun yang masih merupakan keturunan Temenggung Jamaludin. Pada abad ke 17 M, lahirlah Temenggung Jamaludin yaitu anak Megat Kuning yang tidak memakai gelar Megat tapi memakai gelar Temenggung. Pada tahun 1215 H/1797 M, Sultan Mahmud Riayat Syah sebagai Sultan Riau, Johor, Pahang datang ke Lingga karena alasan terlalu dekat dengan Residen Belanda di Tanjungpinang. Didalam perjalanan ke Lingga ditangkap Temenggung Jamaludin selaku Dato Orang Kaya Mepar karena dikiranya Lanun, namun setelah melihat paras dan pengakuan dari Sultan Mahmud Riayat Syah selaku Sultan Riau, Johor, Pahang. Maka Temenggung Jamaludin tunduk dan berkata “Mulai kini tuan hamba, hamba akui menjadi Sultan di Kerajaan Lingga”.

Temenggung diberi tugas sebagai Menteri yang memegang Militer dan Adat pada waktu itu. Temenggung Jamaludin dan anak keturunannya menjadi pengawal sultan dengan setianya. Temenggung Riau hanya Temenggung Jamaludin satu-satunya. Temenggung Jamaludin mempunyai Lima orang putra dan seorang putrid yang semuanya memakai gelar Dato Orang Kaya. Secara berurutan nama-nama anak Temenggung Jamaludin adalah sebagai berikut : 1) Dato Orang Kaya Montel, 2) Dato Orang Kaya Ayim, 3) Dato Orang Kaya Nile, 4) Dato Orang Kaya Hasan, 5) Dato Orang Kaya Husein, 6) Dato Orang Kaya Jebah (panglima perempuan satu-satunya)

Belum diketahui secara pasti mana yang pernah Nonde kapal Belanda dengan Jongkong. Menurut kisah pernah Datuk Orang Kaya hendak diasingkan ke Tumasik namun tidak jadi diasingkan, karena dengan menginjakkan sebelah kaki saja Kapal Belanda miring hamper karam. Ada bait pantun yang menggambarkan kederat Datuk Orang Kaya tersebut,

Anak Ulat dilubang Kayu

Anak Belanda main Teropong

Besar daulat Panglima Melayu

Nonde Kapal dengan Jongkong.

Keturunan Dato Orang Kaya Mepar yang masih ada sampai sekarang ini adalah Datuk Orang Kaya Mepar E. M. Azwar M. Isa dan Timbalannya adalah Datuk Orang Kaya Mude E. M. I. Khaldun.

3. Pemerintahan Lingga-Riau

Kembali kepada kisah Sultan Mahmud Riayat Syah yang dulunya memerintah di Hulu Riau (Riau Lama) pindah ke Lingga th 1787 M. Sementara tempat kedudukan Yam Tuan Muda juga dipindahkan ke Pulau Penyengat th 1787 M. Dengan pindahnya Sultan Mahmud Riayat Syah dan kerabat Diraja ke Lingga, maka Bendahara Tun Abdul Majid meninggalkan Hulu Riau pindah ke Pahang sebagai mewakili Sultan Lingga di Pahang.

Sejak tahun itu yaitu tahun 1787 M, ramailah orang Melayu meninggalkan Hulu Riau pindah ketempat lain, ada yang ke Selangor, Terengganu, Selat (Singapura), Pulau Bulang, Batam, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Lingga, Senayang, Singkep, Kepulauan Riau.

Kota Daik Lingga yang pernah menjadi pusat kerajaan Melayu sejak 1787-1900 M. Dimana Sultan Mahmud Riayat Syah memerintah semua pentadbiran negeri dalam menangani pemerintahan diserahkan tugasnya kepada wakilnya. Kalau di Pahang diwakilkan kepada Datuk Bendahara, kawasan Johor, Singapura dan sekitarnya diwakilkan kepada Datuk Temenggung yang bermastautin di pulau Bulang dekat Batam sebagai pegangannya, khusus di Riau diserahkan kepada Yam Tuan Muda, dengan pulau Penyengat sebagai pusat perwakilan Sultan Lingga.

Dimasa kejayaan Kerajaan Melayu Lingga-Riau, terlihat peninggalan sejarah sebagai saksi bisu. Disekolah Daik masih banyak Meriam-meriam, jalan kota parit, sungai Daik yang menjadi jalur lintas kuala Daik sampai ke kampong Lingga yang melewati kampong Pahang, tempat tinggalnya orang yang berasal dari Pahang.

Setelah Kerajaan Lingga-Riau dipindahkan ke pulau Penyengat tahun 1900 M, kota Daik sudah mulai di tinggalkan, Istana Megah Damnah ditinggalkan tanpa penghuni dan akhirnya menjadi hutan belukar. Kegemilangan zaman keemasan 120 tahun kota Daik tempat persemayaman sultan Lingga-Riau hampir tak terjamah, tak disentuh oleh pemuka-pemuka ahli sejarah Riau dan sengaja ditutup-tutupi hanay Bintan dan Penyengat saja yang ditampilkan kepada dunia luar. Sehingga masyarakat Melayu Riau sendiri tidak tahu secara keseluruhan kebenaran sejarah Kesultanan Lingga-Riau di Daik.

Sejarah keSultanan Lingga-Riau memiliki corak dan warna yang cukup menonjol dipersada Nusantara dan Asia Tenggara antara lain karena beberapa hal:

a. Mencakup wilayah-wilayah yang kini masuk dalam lingkungan Negara-negara tetangga serumpun.

b. Pentadbiran negeri sudah berdasarkan kanon yang disusun pada awal kesultanannya.

c. Mempersembahkan bahasa ke pangkuan Negara sebagai Bahasa Nasional Indonesia.

d. Sultan yang terakhir lebih memilih lari dari negeri lalu dimakzulkan daripada menandatangani kontrak dengan pemerintah Belanda yang sangat merugikan harkat derajat masyarakat Melayu. (Tengku Ahmad Abubakar, Sekelumit Kesan Peninggalan Sejarah Riau, penerbit: Asmar Ras, 1972.hlm. 1)

Kabupaten Lingga merupakan kawasan eks kewedanan Lingga yang disahkan menjadi kabupaten baru pada tanggal 20 Nopember 2003 oleh DPR RI dan diresmikan oleh Presiden melalui Menteri Dalam Negeri RI tanggal 7 Januari 2004 dengan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2003. Kabupaten yang terdiri dari 3 pulau besar (Singkep, Lingga dan Senayang) adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Riau.

Beranjak dari sejarah bahwa wilayah Kabupaten Lingga dulunya merupakan bagian wilayah kerajaan Riau-Lingga dan pernah menjadi pusat pemerintahan yang telah membawa kemakmuran rakyat sejak tahun 1670-an.

Pentingnya peran kerajaan Lingga-Riau seperti yang dikisahkan dalam Tuhfat al-Nafis, “Riau tengah ramai benar, segala dagang di dalam dunia ini masuk ke Riau”, misalnya emas Indragiri, kain India dan berbagai barang dagangan lainnya.

“Syahdan demikianlah di dalam beberapa tahun bersuka-sukaan karena negeri aman lagi makmur dan segala makan-makanan pun murah dan segala orang dagang pun banyaklah dapat untung kerana terlalu ramai orang-orangnya”. Keadaan kejayaan ini juga dijelaskan Matheson dalam buku Tradisi Johor Riau, bahwa para pedagang asing pada waktu itu banyak tinggal di Bandar Riau. Orang Cina, Bugis dan Arab berkumpul dan berniaga di sini.

Wilayah ini sebenarnya telah melalui kemakmuran dalam berbagai bidang, tetapi kemudian runtuh yang disebabkan oleh ancaman dari dalam dan dari luar, salah urus, deklivitas agama dan budaya yang berujung kepada perbedaan visi dan perencanaan dan adaptasi zaman yang menyebabkan perang saudara dan peperangan. Ancaman dari luar berasal dari Portugis, Inggris dan Belanda, sedangkan ancaman dari dalam negeri peperangan kerajaan serumpun, perang Kedah, perang saudara di Siak, peperangan di Siantan, permusuhan Melayu-Bugis, perseteruan dengan Minangkabau hingga Patani, penyerangan oleh Raja Kecil dari Siak, perbalahan diantara Perak dan Selangor, peperangan dengan Indragiri dan peperangan dengan Retih.

Pada awal zaman kemerdekaan menjelang tahun 1945, pemerintah Hindia Belanda menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri dan menjadikannya satu Keresidenan yang terbagi ke dalam dua Afdelling, yaitu Afdelling Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau Lingga, Indragiri dan Kateman yang berkedudukan di Tanjungpinang. Sedangkan wilayah Kabupaten Lingga dibentuk Kewedanan Kepulauan Lingga (pulau Lingga, Singkep dan senayang) yang pusat pemerintahannya di pulau Lingga. Afdelling Indragiri yang berkedudukan di Rengat yang kemudian dijadikan Residen Riau.

Berdasarkan Surat Keputusan delegasi Republik Indonesia, Propinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1950 No. 9 / Deprt, menggambungkan diri ke dalam Republik Indonesia dan Kepulauan Riau diberi status daerah otonom Tingkat II yang dikepalai oleh bupati sebagai kepala daerahdengan membawahi empat kewedanaan sebagai berikut:

1. Kewedanaan Tanjungpinang, meliputi wilayah Bintan Selatan ( termasuk kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur sekarang )

2. Kewedanaan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Karimun, kundur dan Moro.

3. Kewedanaan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.

4. Kewedanaan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Bunguran Barat, Bunguran Timur.

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No. 26/K/1965 dengan mempedomani Instruksi Gubenur Riau tanggal 10 Pebruari 1964 No. 524/A/1964 dan Surat keputusan Gubernur tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/247/5/1965 menetapkan terhitung mulai 1 Januari 1966 semua daerah Administratif kewedanaan dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus.

Berdasarkan Undang-undang No. 53 tahun1999 dan UU No. 13 tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten yang terdiri dari: Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Natuna. Wilayah Kabupaten Kepulauan Riau hanya meliputi 9 kecamatan, yaitu: Singkep, Lingga, Senayang, Teluk Bintan, Bintan Utara, Bintan Timur, Tambelan, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur.

Kemudian dengan dikeluarkannya Undang-undang No.5 tahun 2001, Kota Administratif Tanjungpinang berubah menjadi Kota Tanjungpinang yang mana statusnya sama dengan kabupaten yang membawahi Kecamatan Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur. Dengan demikian Kabupaten Kepulauan Riau hanya meliputi Kecamatan Singkep, Lingga, Senayang, Teluk Bintan, Bintan Utara, Bintan Timur dan Tambelan.

Hingga pada akhir tahun 2003 dibentuk Kabupaten Lingga sesuai dengan UU No.31/2003 yang memiliki wilayah Kecamatan Singkep, Singkep Barat, Lingga, Lingga Utara dan Senayang.

Pulau Singkep sejak tahun 1812 hingga 1992, selama 180 tahun telah pula mengalami kejayaan ekonomi dengan pengelolaan sumberdaya alamnya, yaitu Timah oleh PT. Timah Persero. Sedangkan pulau Senayang hingga kini tetap terkenal dengan “pulau ikan”, lantaran penghasilan ikannya memberikan kejayaan bagi masyarakat pulau tersebut.

Sejarah di atas menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Lingga (eks Kewedanan Kepulauan Lingga) pernah menjadi pusat pemerintahan, kejayaan ekonomi dan pusat pengembangan pendidikan/budaya. Oleh karenanya, Kabupaten Lingga sudah menjadi suatu keharusan bahwa kawasan ini pada masa kini dan mendatang menempatkan dirinya menjadi kawasan utama yang mampu mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya.

B. KONDISI GEOGRAFIS KABUPATEN LINGGA

1. Letak dan Luas Wilayah

Kabupaten Lingga (wilayah eks kewedanan Lingga) terletak diantara 0 derajat 20 menit Lintang Utara dengan 0 derajat 40 menit Lintang Selatan dan 104 derajat Bujur Timur dan 105 derajat Bujur Selatan. Memiliki luas 211.772 km persegi yang terdiri dari daratan 2.117.72 km persegi dan lautan 209.654,28 km persegi. Wilayah ini terdiri dari 377 pulau di mana pulau yang sudah dihuni tidak kurang sebanyak 95 buah dan belum dihuni 282 buah. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

Wilayah Kabupaten Lingga memiliki geografi yang sangat strategis. Secara garis besar dapat dilihat :

1. Kabupaten Lingga terletak pada lintas perdagangan yang sangat ramai antara Jakarta dengan Singapura. Terbuka ke arah kawasan pasifik, yang menjadi kawasan perdagangan dan ekonomi terpenting milenium III ini.

2. Kawasan ini juga berada pada pusaran tiga kawasan ekonomi regional yang sedang tumbuh, yaitu Batam, Bangka Belitung dan Jambi.

3. Mempunyai wilayah yang kaya akan laut, lebih kurang 38 ribu kilometer persegi, dengan kandungan sumber daya alam laut yang tinggi. Yakni ikan, karang, pantai, pasir dan lainnya.

4. Mempunyai potensi sumber daya alam pertambangan, timah, pasir kuarsa, kaolin.

5. Mempunyai potensi sumber daya perkebunan dan perikanan yang prospektif,

6. Pulau Lingga merupakan pulau “Bunda Tanah Melayu” yang merupakan aset pariwisata budaya Melayu.

Setakad ini administrasi pemerintahan Kabupaten Lingga terdapat 5 kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Singkep, Singkep Barat, Lingga, Lingga Utara dan Senayang. Jumlah desa sebanyak 43 desa dan 4 kelurahan.

2. Batas – batas

Daerah Kabupaten Lingga berbatasan dengan:

Utara : Kota Batam dan Laut Cina Selatan

Selatan : Laut Bangka dan Selat Berhala

Barat : Laut Indragiri Hilir

Timur : Laut Cina Selatan

3. Iklim

Pada umumnya daerah Kabupaten Lingga beriklim trofis. Temperature rata-rata terendah 23 derajat Celcius dan tertinggi rata-rata 30 derajat Celcius.

4. Pemerintahan Daerah

Pemerintah Kabupaten Lingga dibentuk berdasarkan UU No. 31 tahun 2003 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Lingga di Propinsi Kepulauan Riau.

Secara administrasi, Kabupaten Lingga terdiri dari 5 buah kecamatan dengan 39 desa/kelurahan dan 3 diantaranya adalah berstatus kelurahan. Dan kecamatan-kecamatan yang termasuk kabupaten Lingga adalah Singkep, Singkep Barat, Lingga, Lingga Utara dan Senayang.

Sejalan dengan terbentuknya Kabupaten Lingga maka telah terpilih lah Drs. H. Daria sebagai Bupati Lingga dan H. Saptono mustaqim sebagai Wakil Bupati Lingga masa jabatan 2005-2009. Dalam melaksanakan tugasnya, Bupati dibantu Sekretaris Daerah, yang membawahi 8 (tujuh) Kepala Bagian. Selain itu terdapat 2 (dua) asisten, 2 (dua) Kepala Badan, 8 (delapan) Kepala Dinas, 2 (dua) Kepala Kantor dan 1 (satu) Sekretaris DPRD.

5. Kepegawaian

Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lingga pada tahun 2005 berjumlah 1.482 orang, dengan klasifikasi: pegawai golongan I berjumlah 26 orang, golongan II berjumlah 599 orang, golongan III berjumlah 742 orang dan golongan IV berjumlah 115 orang.

Disamping itu terdapat Pegawai Tidak Tetap (PTT) berjumlah 410 orang dan Guru Tidak Tetap (GTT) berjumlah 298 orang. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

6. Jumlah penduduk

Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Lingga sebanyak 83.679 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 40 jiwa per km persegi. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Pulau Singkep, yaitu kecamatan Singkep 26.678 jiwa dan terendah di kecamatan Senayang sebanyak 18.873 jiwa. Kendati penduduk terkonsentrasi di pulau Singkep, perkembangan ekonomi terpolarisasi terhadap pulau Lingga dan Senayang serta pulau-pulau di sekitarnya. Kecamatan yang memiliki penduduk paling rendah adalah Lingga Utara yaitu 10.277 jiwa. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

7. Ketenaga Kejerjaan

Tenaga kerja adalah modal dasar bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya demografi. Pada tahun 2005 terdapat 52,61 persen penduduk angkatan kerja dan 47,39 penduduk bukan angkatan kerja. Dari penduduk bekerja, sekitar 52,32 persen bekerja disektor pertanian. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

8. Pendidikan

Salah satu keberhasilan pembangunan disuatu negara adalah apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkwalitas melalui jalur pendidikan. Pemerintah berupaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkwalitas. Wajib belajar 6 tahun yang dilanjutkan dengan wajib belajar 9 tahun serta program pendidikan lainnya adalah bentuk upaya pemerintah dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkwalitas yang akhirnya akan tercipta sumber daya manusia tangguh yang siap bersaing pada era globalisasi.

Salah satu ukuran mendasar bidang pendidikan adalah tingkat buta huruf. Persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang melek huruf tercatat 88,68 persen dan yang buta huruf masih ada sekitar 11,32 persen.

Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana yang akan sangat menunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan. Secara umum dapat dilihat perkembangan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Pendidikan Dasar. Pada tahun 2005/2006, Taman Kanak-kanak berjumlah 9 sekolah, 380 murid dan 39 guru dengan rasio murid terhadap guru 9,74 persen dan rasio murid terhadap sekolah 42,22 persen.

Selanjutnya pada tahun yang sama Sekolah Dasar berjumlah 107 buah, dengan 9,965 murid dan 934 guru, dengan rasio murid terhadap guru 10,67 dan murid terhadap guru 93,13.

Data statistic pendidikan menengah terbatas pada SLTP, SMA dan SMK di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga saja. Pada tahun 2005/2006 terdapat 17 SLTP dan 6 SMA serta 1 SMK dengan jumlah murid SLTP 2,743 dan jumlah murid SMA 1,854 serta murid SMK 62, sedangkan guru SLTP 174 orang, guru SMA 133 orang dan guru SMK 9 orang. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

Perlu perhatian terhadap pengembangan sarana dan prasarana pendidikan formal dan kurikulum lokal yang sesuai dengan pasar kerja terutama di tingkat menengah, khususnya bidang kebahasaan dan teknologi.

Perlu dikembangkan Sekolah Kejuruan yang sesuai dengan potensi daerah dan kebutuhan pasar tenaga kerja (Bintan, Batam, Jambi, Singapura dan Malaysia), seperti SMK Teknologi (otomotif, mesin, pertambangan), SMK Perikanan, SMK Pariwisata, SMK perekonomian, SMK kesehatan/medis (farmasi dan analis kimia)

Pengembangan pendidikan terminal di tingkat perguruan tinggi berbasis teknologi, seperti Politeknik Maritim, Akademi Bahasa Asing, Akademi Pariwisata, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Komputer.

Perlu dikembangkan pendidikan informal yang berbasis teknologi, seperti Balai Latihan Kerja (BLK) Teknologi Maritim, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di setiap wilayah pengembangan.

9. Kesehatan

Kabupaten Lingga setakat ini memiliki 2 (dua) rumah sakit, satu di Dabo dan satu lagi di Daik. Pemerintah daerah tetap berupaya menyediakan fasilitas kesehatan, pada tahun 2007 beberapa puskesmas, puskesmas pembantu dan balai pengobatan dibangun.

10. Tanaman Pangan

Sub sector tanaman pangan makanan adalah merupakan salah satu sub sector pada sector pertanian. Sub sekktor ini mencakup tanaman ubi kayu dan ubi jalar.

Luas panen ubi kayu tahun 2005 mencapai 45 Ha, apabila dibandingkan tahun 2004 sebesar 209 Ha, terjadi penurunan sekitar 78,47 persen.

Produksi dari tanaman sayur-sayuran pada tahun 2005 mencapai 491 ton, produksi tertinggi didominasi oleh ketimun yakni sebesar 269 ton, kemudian diikuti cabe sebesar 161 ton. Sebaliknya produksi terendah adalah kangkung yaitu hanya 17 ton. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

11. Perkebunan

Produksi perkebunan pada tahun 2005 mencapai 11.140,85 ton. Produksi tertinggi didominasi oleh sagu sebesar 6.635 ton, kemudian diikuti karet sebesar 3.717 ton. Sebaliknya produksi terendah adalah kakao sebesar 3,4 ton. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

12. Peternakan

Populasi ternak besar terdiri dari sapi, kambing, dan babi pada tahun 2004 secara berturut-turut adalah 1.521 ekor, 925 ekor dan 340 ekor. Pada tahun 2005 populasi sapi tercatat 1.613 ekor, kambing 1.340 ekor dan babi 580 ekor. Populasi unggas pada tahun 2005 mengalami peningkatan, pada tahun 2004 berjumlah 183.215 ekor bertambah menjadi 286.483 ekor, meningkat sebesar 56,36 persen. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

13. Perikanan

Untuk sub sector perikanan di Kabupaten Lingga pada umunya adalah perikanan laut. Pada tahun 2004 volume produksi perikanan laut sebesar 16.681,01 ton dan pada tahun 2005 berkurang menjadi 15.212,21 ton, mengalami penurunan sebesar 8,81 persen. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

13. Kehutanan

Hutan mempunyai peranan yang penting bagi stabilitas keadaan susunan tanah dan isinya. Luas hutan di kabupaten Lingga pada tahun 2005 adalah 168.412 Ha. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

Perlu dilakukan pemanfaatan lahan eks tambang timah dan tambang pasir (terutama di pulau Singkep) untuk pengembangan Pertanian Terpadu terutama pengembangan tanaman hortikultura (sayuran), tanaman pangan, perkebunan (karet, gambir, lada/sahang dan coklat), peternakan dan perikanan darat dalam konsep Agro-aquawisata.

Perlu penggalian komoditas unggulan daerah terutama di pulau Singkep dan Lingga yang komersial, sebagai daerah penyokong kebutuhan daerah sekitarnya (Bintan, Batam, Jambi, Malaysia dan Singapura).

Perlu adanya usaha pelestarian hutan dan rehabilitasi lahan sebagai penyangga sumber air pulau, yaitu gunung Muncung dan gunung Lanjut di pulau Singkep, Gunung Daik di pulau Lingga.

14. Industri

Industri pengolahan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Pengelompokan itu berdasarkan pada banyaknya pekerja yang terlibat didalamnya tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksi yang digunakan ataupun atau modal yang ditanamkan.

15. Listrik

Sebagian besar kebutuhan listrik di kabupaten lingga dipenuhi oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pada tahun 2004 total daya yang terpasang sebanyak 6.372 kwh. Sedangkan pada tahun 2005 daya terpasangnya lebih rendah sebasar 5.234 kwh tetapi penghasilan listrik lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu 12.754.571 kwh. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

16. Air Minum

Ketersediaan air minum yang sehat sangat dibutuhkan masyarakat. Seperti tahun 2004, pada tahun 2005 jumlah perusahaan air minum di kabupaten Lingga mencapai dua perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang berkecimpung dalam sector tersebut sebanyak 15 orang.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan air minum yang bersih dan sehat, jumlah air minum yang telah disalurkan kepada konsumen tahun 2005 sebanyak 99.810 meter kubik dengan pelanggan sebanyak 519 orang. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

17. Perhubungan

Jalan merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan semakin meningkatnya usaha pembangunan, maka akan menuntut pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperkancar lalu lintas barang dari suatu daerah ke daerah lain.

Panjang jalan di Lingga pada tahun 2005 mencapai 619,35 km. pada tahun tersebut jalan diaspal sebesar 40,45 persen dari total panjang jalan yang ada.

Angkutan laut merupakan sarana perhubungan yang sangat penting dan strategis bagi Lingga sebagai daerah kepulauan. Untuk itu pembangunan pelayaran terus ditingkatkan dan diperluas, termasuk penyempurnaan manajemen dan dukungan fasilitas pelabuhan. Angkutan barang luar negeri yang dimuat pada tahun 2005 mencapai 2.997 ton. Berbeda dengan angkutan barang antar pulau tercatat sebesar 28.674 ton. (Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

18. Perhotelan dan Pariwisata

Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pariwisata untuk menggalakkan kegiatan ekonomi, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan. Jumlah objek wisata di kabupaten Lingga selama tahun 2005 ada sebanyak 31 buah.

19. Perbankan

Sampai dengan akhir tahun 2005, sector perbankan di wilayah Kabupaten Lingga belum menunjukkan adanya peningkatan yang cukup bearti, baik dari segi kuantitas maupun aktivitasnya. Hal ini terbukti dari jumlah Bank di Kabupaten Lingga baru sebanyak 3 (tiga) buah.

20. Pendapatan Domestik Regional Bruto

Realisasi pendapatan Kabupaten Lingga (4 Kecamatan data dari Kabupaten Kepri) tahun 2001 mencapai 1 miliar lebih, di mana yang terbesar pada pajak daerah sebesar Rp. 891.923.151. Potensi yang cukup besar terdapat pada sektor perikanan di mana produksi sebesar 15.973,30 ton dengan nilai Rp. 100.283.982. Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) sebanyak 6.180 RTP dengan 12.854 unit alat tangkap dan unit produksi.

Selanjutnya laju pertumbuhan ekonomi Lingga tahun 2005 semakin membaik jika dibandingkan tahun 2004. berdasarkan perhitungan PDRB atas harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi Lingga tahun 2004 sebesar 5,10 persen, kemudian pada tahun 2005 naik menjadi 6,07 persen.

Keseluruhan sector PDRB, pada tahun 2005 mencatat pertumbuhan yang positif. Bila diurutkan pertumbuhan PDRB menurut sector ekonomi dari tertinggi ke yang terendah, maka pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sector angkutan dan komunikasi (9,28%), sector perdagangan, hotel dan restotan (8,79%), bangunan (8,09%), sector pertambangan (7,47%), sector keungan, persewaan, dan jasa perusahaan (7,44%), sector listrik, gas dan air bersih (6,25%), sector industri pengolahan (6,23%), sector jasa-jasa (4,71%) dan yang terkecil adalah sector pertanian (4,15%).(Data: Kabupaten Lingga Dalam Angka 2005, Bappeda dan BPS Kabupaten Lingga)

Dengan kondisi perekonomian yang cukup potensi tersebut, masih muncul persoalan yang dapat menjadi kerawanan sosial di daerah, yaitu kesenjangan pembangunan antarwilayah dan antarpulau. Pulau Singkep dan Senayang dengan perekonomian yang cukup potensi dengan sumber-sumber ekonominya (perikanan, industri dan perdagangan) diperkirakan akan berkembang pesat dibandingkan dengan pulau Lingga. Sehingga, perlu suatu strategi pemerataan pembangunan yang mampu merangkai tiga pulau besar ini menjadi suatu kawasan terpadu.

Sebagai Kabupaten baru, Kabupaten Lingga mempunyai banyak kelemahan, terutama ketersediaan Sumber Daya Manusia yang handal untuk memanfaatkan potensi alam. Namun persoalan SDM adalah masalah kemauan politik, masalah pelatihan, masalah yang dapat diproyeksi dan direncanakan, sepanjang terdapat kemauan dan visi yang jelas.

Kelemahan geografis karena letaknya terpencar, dan kawasan daratan yang lebih kurang hanya 2 ribu kilometer persegi, justru akan menjadi kekuatan lain, kalau potensi ini dikembangkan dengan visi yang jelas. Yaitu potensi maritim, potensi perairan, yang merupakan keunggulan Indonesia sejak beribu tahun lalu. Yang jadi masalah adalah potensi kelautan dan perairan (maritim) itu belum dapat dikembangkan karena sarana dan prasarana dasarnya masih jauh dari memadai. Misalnya, belum ada pelabuhan laut yang benar-benar baik dan mampu didaya- gunakan dalam kondisi dan situasi cuaca yang bagaimanapun. Belum semua pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini mempunyai pelabuhan laut yang memadai. Dan masih minimnya armada pelayaran yang tangguh, cepat dan dengan teknologi yang lebih maju.

Untuk itu, sesuai dengan keadaan geografis dan potensi sumberdaya alamnya pembangunan kawasan Kabupaten Lingga harus dibagi dalam tiga wilayah pembangunan yang saling memiliki daya dukung dan terpadu, yaitu:

Wilayah pulau Singkep dan sekitarnya

Sejalan dengan visi pembangunan Riau yang ingin menjadikan kawasan tersebut sebagai salah satu pusat perkembangan ekonomi regional (Asia Tenggara), yang juga memanfaatkan potensi geografisnya yang strategis, maka apa yang sudah ditunjukkan Singapura dengan menjadi pusat industri dan jasa maritim, merupakan bandingan yang paling baik. Kondisi yang sudah dikembangkan oleh Singapura, dan jika dijalin dengan peran Tanjungpriok sebagai bandar laut utama Indonesia, maka Kabupaten Lingga, akan dapat mengambil manfaat dari keberadaannya di pusat pertumbuhan kedua kawasan maritim itu.

Semisal dengan teknologi yang sederhana, Singkep sudah menjadi pusat industri kapal-kapal kayu yang penting di Riau, menggantikan peran Bagan Siapi-api. Jika ini dapat dikembangkan dengan konsep yang lebih modern dan terencana, bukan mustahil, pulau Singkep akan menjadi pusat industri perkapalan nasional, baik dalam memproduksi kapal, maupun kegiatan lain, seperti docking, shipyard, dan lain-lain. Oleh karena itu, pulau Singkep dengan sarana dan prasarana infrastrukturnya yang cukup menunjang (eks aset PT Timah Persero), harus diarahkan sebagai pusat kawasan industri dan perdagangan di Kabupaten Lingga.

Wilayah pulau Lingga dan sekitarnya

Potensi kelautan lainnya yang juga ke depan akan sangat baik, adalah wisata bahari, apabila benar-benar dikembangkan dengan konsep yang baik dan terarah. Selain itu, aset cagar budaya Melayu di pulau Lingga yang merupakan peninggalan bersejarah kerajaan Riau-Lingga pada Abad 19 yang hingga setakad ini belum dioptimalkan sebagai wisata budaya.

Belajar dari bagaimana Batam mengembangkan konsep wisata baharinya, dengan sejumlah resort wisata dan sejumlah marina. Begitu juga dengan Johor dan Melaka yang mengembangkan wisata budaya Melayu. Maka Kabupaten Lingga, khususnya pulau Lingga dengan peninggalan budaya Melayu tersebut, akan menjadi salah satu pilihan lain industri wisata Asia Tenggara untuk didatangi terutama wisata budaya Melayu dan bahari, apabila potensi cagar budaya Melayu dan bahari dikembangkan secara profesional dan terarah.

Untuk itu, arah pengembangan pulau Lingga harus lebih difokuskan sebagai pusat refrensi budaya Melayu dunia, kawasan pengembangan wisata budaya Melayu dan bahari serta pusat pemerintahan yang berkonsep Melayu, sehingga pulau ini harus tetap menjadi “Pulau Bunda Tanah Melayu”

Wilayah pulau Senayang dan sekitarnya

Kekuatan utama yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat pulau (pesisir), adalah sektor perikanan dengan segala aspeknya. Sudah puluhan tahun dan hingga kini, kawasan Kabupaten Lingga, khususnya kecamatan Senayang, menjadi hinterland dari sumber kebutuhan ikan dan hasil laut Singapura dan Malaysia. Dan sekarang juga menjadi sumber untuk kebutuhan Kota Batam dan pulau Bintan. Pada tahun 2.000 produksi perikanan kecamatan Senayang sebanyak 7.669,3 ton yang didominasi rumah tangga perikanan (RTP) sebanyak 3.197 RTP.

Selain itu, tumbuh dan berkembangnya terumbu karang yang baik di kawasan pantai pulau ini, memberikan potensi yang prospektif untuk dikembangkannya wisata bahari, seperti wisata selam dan aquawisata.

Oleh karena itu, pengembangan budidaya perikanan modern dan perikanan samudera, akan memberi kesempatan kawasan ini memberi kontribusinya yang besar untuk mensejahterakan rakyat. Untuk itu, pulau Senayang harus di jadikan sebagai pusat pengembangan perikanan modern dan pelabuhan ikan bertaraf internasional.

Dengan arah pengembangan yang strategis terhadap geografi, potensi alam dan wilayah, serta berberapa prediksi ke depan, maka memang cukup ideal Kabupaten Lingga menjadi pusat kebudayaan Melayu dan kawasan industri maritim terkemuka di laut Cina Selatan.

Pembangunan di wilayah Propinsi Riau dan Kepulauan Riau pada awal abad 21 menuju milenium III dipengaruhi oleh perkembangan dunia global yang berorientasi kepada pasar bebas melalui AFTA dan APEC, industrialisasi dengan teknologi tinggi (high tech) dan dinamika perekonomian dunia. Begitu juga dengan adanya kerjasama regional IMS-GT dan IMT-GT jelas mempengaruhi perkembangan Riau Daratan dan Riau Kepulauan, akibat dari pesatnya kemajuan negeri jiran (Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam). Apalagi wilayah Kepulauan Riau merupakan hinterland dari jalur perdagangan Singapura, Malaysia dan Batam.

Selain itu, perkembangan dan pembangunan Kepulauan Riau khususnya dipengaruhi oleh aspirasi masyarakat, penerapan kebijaksanaan nasional, regional Propinsi Kepulauan Riau dan perkembangan ekonomi nasional maupun regional (Kota Batam, Propinsi Bangka Belitung dan Propinsi Jambi).

Oleh karena itu, Kabupaten Lingga yang merupakan bagian dari wilayah Kepulauan Riau yang terletak pada geografis yang strategis bagi perdagangan internasional dan regional, dituntut lebih proaktif, dinamis, kreatif dan inovatif untuk menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi di masa depan.

Untuk itu, administratif pemerintahan Kabupaten Lingga harus diarahkan kepada administrasi paradigma baru. Dengan demikian diperlukan transformasi kepemimpinan, kesadaran akan pentingnya artinya mutu (quality), efisiensi dan pelayan (service) yang baik dari semua implementasi pembangunan. Pendayagunaan sumberdaya yang dimiliki harus dilakukan secara efisien dan efektif, baik pada sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya dengan tujuan mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat.

Sehubungan dengan itu, pembangunan di Kabupaten Lingga haruslah benar-benar untuk memakmurkan masyarakat dengan penyebaran program-program pembangunan yang terarah dan terencana serta berpangkal pada isu utama, yaitu pemerataan pembangunan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kerjasama regional dan internasional. Dengan demikian Kabupaten Lingga mampu menjadi kabupaten terkemuka dalam pengembangan industri maritim dan pelestarian kebudayaan Melayu di kawasan laut Cina Selatan pada tahun 2024.

Sebagai arah pengembangan yang diimplementasi pada bidang-bidang pembangunan perlu adanya keutamaan prioritas. Hal ini perlu karena Kabupaten Lingga merupakan wilayah administrasi otonomi baru. Oleh karena itu, beberapa hal yang berkaitan dengan bidang-bidang dasar pembangunan yang penting (utama) untuk diketahui dan didukung secara positif dalam pengembangan kawasan Kabupaten Lingga untuk mencapai visi ke depan, sebagai berikut:

Bidang Infrastruktur

Terjadi ketimpangan pembangunan infrastruktur antara 2 pulau besar (Lingga dan Senayang) dan sekitarnya dengan pulau Singkep. Saat ini sarana dan prasarana infrastruktur lebih banyak berada di pulau Singkep. Untuk itu, perlu perencanaan yang terarah terhadap pengembangan infrastruktur sesuai dengan masing-masing wilayah pengembangan.

Perlu pengembangan infrastruktur yang efisien dan tepat guna bagi kebutuhan masyarakat dan pelaku bisnis. Terutama sarana dan prasarana transportasi seperti jalan, pelabuhan dan bandar udara sebagai aksesibilitas Kabupaten Lingga dengan daerah lainnya.

Perencanaan pembangunan infrastruktur Kabupaten Lingga harus berpedoman pada RTRW dan RTRK yang dibuat dengan perencanaan yang terarah. Kemudian perlunya konsistensi implementasi dari RTRW dan RTRK yang disusun. Oleh karena itu, perlu sesegera mungkin penyempurnaan RTRW dan RTRK.

Perlunya pengaturan jenis sarana transportasi darat yang masuk ke 3 pulau besar, berupa ukuran dan tonase kendaraan roda empat atau lebih yang disepadankan dengan kondisi jalan yang ada dan pengembangannya.

Peningkatan kuantitas armada laut (swasta/BUMD) yang mampu menghubungkan antarwilayah/pulau terutama dalam pengembangan transportasi rakyat, untuk meningkatkan aksesibilitas ekonomi masyarakat.

Perlu segera dibangun pusat pembangkit listrik (power suply) untuk mendukung pembangunan di seluruh kawasan Kabupaten Lingga.

Bidang Teknologi Sistem informasi

Letak geografis Kabupaten Lingga yang terdiri dari pulau-pulau menjadikan usaha pengembangan telekomunikasi sangat strategis dan mendesak. Tujuannya agar mampu menjadi lokomotif penarik gerbong kemajuan pembangunan Kabupaten Lingga, terutama pengembangan aktivitas ekonomi daerah.

Perlu sesegera mungkin dibangun sarana dan prasarana telekomunikasi untuk membuka aksesibilitas dan karena Kabupaten Lingga merupakan kawasan kepulauan sehingga mampu menjadi urat nadi percepatan pertumbuhan ekonomi dalam menumbuhkembangkan komunikasi ekonomi, dan sosial budaya masyarakat.

Bidang Perikanan

Peningkatan kualitas SDM nelayan dengan mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) Perikanan di Senayang

Pengembangan pasar ikan berskala internasional (terminal aquabisnis) yang secara koneksi mampu memberikan informasi tentang pasar yang bermanfaat bagi masyarakat nelayan dan konsumen.

Pengembangan teknologi budidaya ikan laut dan pengembangan teknologi tangkap.

Bidang Ekonomi

Pengembangan ekonomi kerakyatan masyarakat pesisir, perlu dilakukan dengan pendekatan bottom up melalui strategi pemberdayaan:

a. Penyelamatan (Rescue) dan Pemulihan (recovery) yang merupakan strategi jangka pendek, terutama dengan melakukan diversifikasi keahlian nelayan, seperti usaha budidaya ikan laut, peternakan unggas, industri rumah tangga yang memanfaatkan potensi Sumberdaya Alam pantai/laut. Pengenalan struktur permodalan, perbankan dan manajerial. Pengembangan kemitraan dan wadah ekonomi rakyat melalui kerjasama antarpemerintah daerah dengan para nelayan

b. Jangka Panjang, yaitu tahap rekonstruksi dan keberlanjutan dengan strategi pemberdayaan nelayan berdasarkan analisa SWOT.

c. Untuk pengembangan masyarakat, perlu adanya pemihakan yang jelas kepada nelayan, membangun sinergisitas positif dengan sektor lain, membangun koalisi antara nelayan dengan komponen pembangunan di Kabupaten Lingga (Pemerintah, Pengusaha, Tokoh Masyarakat)

d. Perlu sesegera mungkin dilakukan pembangunan infrastruktur ekonomi kerakyatan, terutama aksesibilitas permodalan oleh masyarakat, pemasaran hasil, badan penjamin modal masyarakat dan badan pembinaan bisnis masyarakat (konsultan) yang berorientasi pada pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK).

Bidang Pertanahan dan Pemukiman

Perlu segera adanya pengaturan tentang peruntukan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada kawasan layak huni dan kawasan industri, karena sangat terkait dengan banyak aspek baik sosial, ekonomi dan budaya. Terutama untuk :

1. Menyiapkan pemukiman beserta kebutuhan akan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang baik/layak dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat tempatan agar tidak termarjinalkan/terpinggirkan.

2. Menjamin ketersediaan lahan yang cukup untuk pengembangan industri dan sektor lainnya.

Bidang Pengembangan Budaya Melayu

Perlu sesegera mungkin menyusun “masterplan” pariwisata kebudayaan Melayu dan bahari di pulau Lingga dan sekitarnya.

Perlu pengaturan cagar budaya Melayu yang ada di pulau Lingga.

Perlu RTRWK pulau Lingga dan sekitarnya yang berorientasi pada konsep pengembangan budaya Melayu dan konsep pembangunan secara berkelanjutan (Sustainable Development) yang menjunjung tinggi etika konservasi.

IMPLIKASI

Paradigma baru yang berlaku terhadap pelaksanaan pembangunan dewasa ini memerlukan persyaratan sifat keterbukaan semua pihak. Oleh karenanya, Kabupaten Lingga yang merupakan kawasan otonomi administrasi baru harus mencermati dan memahami filosofi paradigma baru tersebut. Sehingga pembangunan yang akan dilakukan harus terencana dan terarah, serta diketahui oleh khalayak komponen pembangunan di Kabupaten Lingga.

Berkaitan dengan hal tersebut, pokok-pokok pikiran pembangunan ini merupakan kontribusi pemikiran salah satu komponen pembangunan, yang dapat menjadi salah satu acuan/pedoman dalam merencanakan pembangunan di kawasan eks kewedanan Lingga menuju kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran rakyat perlu kelengkapan pembangunan meliputi kesiapan infrastruktur, baik yang terus ditingkatkan maupun yang akan dikembangkan. Prasarana dan sarana merupakan fasilitas pendukung dan mutlak diperlukan, sebab sebagai penyokong aksesibilitas masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan insfrastruktur yang merangkai tiga pulau besar dan kecil sesuatu yang mutlak dilakukan di kawasan Kabupaten Lingga.

Partisipasi masyarakat secara menyeluruh secara proporsional mutlak diperlukan untuk mendukung semua pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, kesatuan visi masyarakat harus dirangkai untuk membaca keagungan dalam menjemput kecemerlangan kawasan. Karena masyarakat jika berpartisipasi secara proporsional akan sejahtera melalui kemakmuran yang diraih bersama.